Penjara, Kontrol dan Kampus

Minggu, 15 Mei 2011


SEBUAH PENJARA BERBENTUK KAMPUS

Saat ini universitas, institute, dan beberapa model sekolah tinggi telah mengambil peran yang sangat besar dalam monopoli perdagangan ilmu. Namun yang terjadi, perguruan tinggi hanya menjadi tembok pemisah yang sangat besar antara teori dan praktek. Nah, mari kita selidiki apa yang terjadi dikampus.
Setiap orang yang telah melalui jenjang sekolah menegah atas, hendaklah melanjutkan ke perguruan tinggi untuk memperdalam ilmu yang didapat di jenjang sebelumnya, maka tempat yang dituju adalah universitas dan sekolah tinggi sejenisnya.
 Jika kita membaca buku tetralogi laskar pelangi maka akan kita temukan dimana anak-anak indonesia berusaha didikte alam bawah sadarnya, bahwa mereka yang sukses adalah mereka yang telah bersekolah di luar negri dan mendapat pekerjaan yang layak dan gaji yang jauh dari cukup.
 Dambaan setiap anak muda adalah masuk dalam perguruan tinggi terkemuka dan terkenal. Jika kita melihat lebih teliti proses ini maka kita akan menemukan kampus menjadi sebuah alam baru untuk anak muda melatih bakat dan kemampuannya bahkan untuk sekedar meraih cita-cita yang dipaksakan oleh orang tuanya. Justru hal ini yang diinginkan kapitalisme dimana kita tidak perlu mempertanyakan kenapa kita dilahirkan di dunia ini, sisi filosofis dari manusia sendiri dihilangkan oleh kampus dengan mengajarkan ilmu sedemikian rupa dengan seteknis-teknisnya. Inilah yang nyatanya terjadi saat ini, Fakultas Sastra hanya diajarkan bagaimana mengkritik karya sastra. Fakultas Teknik hanya mengajarkan bagaimana membuat teknologi yang baru, atau Fakultas Sospol yang mengajarkan bagaimana menjadi politisi yang praktis, tanpa mempertanyakan mengapa kita mesti berbuat ini dan itu.
Universitas dan sejenisnya menarik akar kecerdasan manusia dari alamnya, sehingga yang ada hanya pengetahuan yang kosong dari realitasnya. Tujuan setiap ilmu dan pengetahuan adalah untuk mempermudah kehidupan manusia. Setidaknya ini tujuan ilmu pengetahuan. Yang terjadi saat ini, kampus hanyalah pabrik reproduksi kesadaran palsu sepalsu-palsunya. Kesadaran kampus ialah kesadaran yang tidak pernah menemukan akar materialnya.
Hal ini yang membuat kampus hanya menjadi ruang bagi pengalienasian manusia, ruang dimana setiap mahasiswa hanya berproduksi kesadaran-kesadaran palsu. Kesadaran mahasiswa teknik dan mahasiswa lainnya adalah kesadaran kerja tiap hari dalam hidupnya hanya untuk memproduksi nilai lebih bagi kapitalisme.  
Tujuan setiap manusia adalah menjadi bebas dan untuk kebebasan, manusia haruslah mampu menjadi tuan bagi dirinya sendiri, dalam artian manusia haruslah mampu menciptakan kebutuhannya sendiri, namun apa yang terjadi jika ciptaan manusia bukan untuk manusia yang mencipta melainkan untuk mereka yang tidak mencipta ? Inilah yang berusaha dijawab Karl Marx dalam The Manuscript Economic and Philosophical, Marx mengajukan argumen,... untuk hal ini ialah setiap manusia hanya akan menjadi manusia yang tidak utuh karena kebanyakan manusia hanya meminjam eksistensi manusia lainnya yang mencipta. Siapa yang mencipta dan siapa yang meminjam ciptaan? Mereka yang mencipta adalah buruh dan mereka yang tidak mencipta adalah para konsumen.

 REPRODUKSI KAPITALISME DALAM KAMPUS
Hampir tidak ada di dunia ini barang-barang yang diciptakan tidak melalui keahlian buruh. “Coba periksa dalam dirimu apa yang tidak diciptakan oleh buruh.” Untuk menciptakan barang yang baik adalah dengan menciptakan tenaga kerja yang handal dan teknologi yang baik. Untuk mendapatkan semuanya itu ialah dengan menciptakan manusia yang siap pakai untuk bekerja di perusahaan. Kampus menyediakan semuanya, tenaga kerja yang handal, manusia yang mampu menciptakan teknologi dan manusia yang mampu menjalankan teknologi.
Tujuan universitas adalah menciptakan buruh, baik buruh kasar maupun buruh yang memproduksi alat-alat teknologi baru. Universitas di bentuk sedemikian rupa untuk menciptakan buruh yang handal. Namun kenapa kapitalis mesti menciptakan buruh yang handal? Jawabannya sangat sederhana yaitu menciptakan barang yang berkualitas dan efisiensi bahan baku, bahan baku yang digunakan untuk berproduksi, coba bayangkan jika sebuah perusahaan dijalankan dengan orang orang yang tidak berkompeten maka yang didapat oleh tuan kapitalis adalah rugi. Makanya dibutuhkan tenaga kerja yang handal dan teknologi yang tinggi untuk menciptakan barang yang mampu diefisiensi dengan baik. Investasi yang baik bagi kapitalis adalah mempunyai buruh yang baik dan teknologi yang canggih paling tidak ini ajaran Adam Smith yang masih dipakai hingga saat ini dan sekali lagi kampus menyediakan segalanya bagi kapitalisme.
Kampus tidak lebih dari sebuah penjara moral bagi kapitalisme. Moral kapitalisme adalah mendapatkan tenaga kerja yang bebas dan secara langsung menawarkan dirinya di pasar tenaga kerja. Jika penjara digunakan untuk menciptakan manusia yang patuh bagi negara, maka kampus dibentuk untuk menciptakan manusia yang patuh bagi kapitalis. Logika kedua penjara ini sama saja yaitu menciptakan manusia yang patuh. Bagai binatang, manusia tidak lebih dari seekor kerbau. “Saat ini penjara yang paling bagus adalah kampus” namun mengapa makin banyak manusia yang mendaftar di kampus? Bukankah kampus hanya mengantar pada kesesatan dan penghisapan ?

Panoptikon Sebagai Militer Baru

Sebagaimana yang dipaparkan di atas bahwa kampus adalah sebuah penjara untuk mencapai sebuah kepatuhan bagi kekuasaan. Namun uraian yang singkat akan menciptakan pertanyaan baru dan pertanyaan ini akan saya mulai dengan sebuah kegelisahan yang sederhana dan banyak ditemukan dalam kehidupan kita. Kita sering mengeluh, mengapa orang-orang yang kehidupannya dihisap dan ditindas tidak mau melawan padahal mereka sendiri tau bahwa mereka ditindas dan dihisap. Mengapa mereka tidak bangkit dan melawan semua ini dan mengubah keadaan?”.
Kita bisa menyusun secara rapi fakta-fakta sosial yang terjadi dan menginventarisir semua yang terjadi mengenai keluhan di atas. Coba kita lihat di lingkungan mahasiswa (kampus) misalnya, di banyak kelas seorang mahasiswa biasa mengeluh mengenai dosen yang terlalu otoriter dan tidak objektif memberikan nilai namun apakah mereka berani menyuarakan keluhan mereka, setidaknya berdialog, mungkin juga dengan aksi demonstrasi. Keluhan mereka hanya berakhir dalam diskusi kecil, kadang cacian, kadang makian, dan kadang juga menyumpahi dosen tersebut. Begitupun lembaga kemahasiswaan hanya berakhir dalam keluhan melihat apa yang terjadi dan menimpa kehidupan mereka. Kenaikan biaya SPP, droup out, dan keluhan dari mahasiswa lainnya. Semuanya berakhir dengan salah menyalahkan antara mahasiswa dan cacian untuk kebijakan yang menimpa mereka.
 Berapa banyak orang yang mengeluhkan kenaikan BBM dan berapa banyak orang yang tidak bereaksi mengenai kenaikan BBM, hampir tiap mahasiswa tidak menginginkan kenaikan SPP dan berapa banyak dari mahasiswa yang menolak kenaikan SPP, berapa banyak buruh yang tidak menginginkan penurunan upah dan berapa banyak pula yang bergerak unutk mencegah kenaikan upah, Berapa banyak masalah yang mengintai dan menyerang dan berapa banyak pula yang menyerang balik ancaman itu?
Para mahasiswa mungkin orang yang paling bodoh, mengetahui apa yang terjadi namun tidak mengetahui apa yang akan dilakukan unutk menyelesaikan masalah ini. Mahasiswa tidak bekerja langsung menciptakan nilai lebih bahkan tidak punya orang yang mesti dihidupi dan tiap saat bergumul dengan banyak buku-buku.
 Namun mengapa ia tidak melawan? maka sampailah kita pada pertanyaan yang buntu dan rancu “orang orang sadar menjadi korban tetapi mereka diam tak bersuara dan tidak mampu berbuat apa-apa.” Mengapa fakta yang janggal dan aneh ini terjadi di berbagai tempat dan kondisi yang berbeda dan tetap ada dari dulu hingga sekarang?
Hal ini mungkin pernah kita alami bersama-sama baik yang menyangkut masalah bersama atau masalah social. Kita akan bertanya mengapa hal ini terjadi? Mengapa orang orang tidak melawan? Bagaimana membuat semua orang-orang sadar bahwa dunia saat ini sedang tidak baik baik saja?.
Pasti ada jawaban mengenai semua ini dan pertanyaan saya ini akan saya gunakan untuk membedah masyarakat yang mengaku masyarakat yang intelektual yaitu masyarakat kampus.
Masyarakat kampus adalah masyarakat yang paling menarik. Ia bergumul dengan teori-teori namun menjadi orang yang paling tertindas. Seorang filsuf inggris Jeremy Bentham mengajukan sebuah proposal mengenai konsep penjara modern abad ke 19 yang diberi nama panoptikon inti dari konsep ini adalah agar para tahanan merasa diawasi oleh penjaga walaupun pengawasan sudah tidak berjalan. Artinya para tahanan tidak mampu saling melihat dengan tahanan lainnya dan pengawas mampu melihat tahanan lainnya. Dan menciptakan rasa was was terus menerus meskipun waktu penjagaan telah berlalu.
Konsep panoptikon ini yang diadaptasikan oleh Michel Foucault untuk menggambarkan dunia paska moderen, ia menyebutnya panopticism sebagai sebuah model dari penerapan teknologi disiplin, baik metode maupun saran-sarannya. Panoptisisme dapat disadari ataupun tidak oleh warganya. Pada dasarnya panoptisisme adalah penerapan sebuah mode aturan dan artsitektur yang dapat mengontrol masyarakatnya baik itu oleh institusi social, pemerintah dll.
Panoptikon dalam sejarahnya ialah penggusuran terhadap orang-orang kusta dan mengalami penyakit yang menjijikkan.
Dalam hal ini kita dapat melihat bagaimana panoptikon menjarah kebebasan tiap orang. Jika panoptikon menjelma dalam aturan dan artsitektur maka bagaimana panoptikon menjelma di dalam kampus yang dikenal otonom?.
Dalam  buku Diciplin and Punishment, Foucoult mengamati suatu kota yang terjangkit oleh penyakit pes dan kusta. Kota yang terjangkit kusta mesti memberlakukan pengisolasian dan pembagian spasial bagi penderita untuk memasuki dan meninggalkan kota tersebut, dengan ancaman hukuman bagi yang melanggarnya.
Setiap penderita kusta diisolasi untuk mencegah penularan penyakit ini. Para petugas menjadi pengawas yang mengawasi setiap gerak-gerik dari penderita kusta di setiap penjuru kota, Setiap hari sindico atau pengawas berkeliling ke setiap rumah kusta. Mencatat nama, jenis kelamin, dan kesehatannya.
Data dari tiap catatan ini diserahkan ke dokter ataupun para hakim yang akan mengunjungi mereka. Identitas orang-orang ini dicatat dengan permanen dan digunakan untuk menciptakan ketertiban bagi setiap penderita kusta dan pes, dan hal ini dilegitimasi oleh masyarakat oleh moralitas baru yaitu moralitas penyakit.
Panoptikon dan Kampus

Bentuk panoptikon ini menjadi lebih modern sedemikian rupa dengan perkembangan historisnya. Namun apakah ini mampu menjawab mengenai kenapa mahasiswa tidak melawan? Jika kita mengadaptasikan panoptisisme ini kedalam dunia kampus maka kita akan mendapati pada tahun 1978 disaat peraturan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) diterapkan.
Dalam peraturan NKK/BKK kita mendapati sebuah pembentukan sebuah ruang baru yaitu ruang kemahasiswaan dan membentuk aturan koordinasi yaitu PR III bidang kemahasiswaan. Pembentukan ruang kemahasiswaan dalam artian lembaga kemahasiswaan secara langsung membentuk ruang yang tersistematis, setiap kegiatan mahasiswa diayomi oleh lembaga kemahasiswaan sehingga semua kegiatan mahsiswa adalah kegiatan lembaga kemahasiswaan dan lembaga kemahasiswaan hanya akan bisa melakukan kegiatannya jika melalui rekomendasi PR III taupun PD III.
Secara langsung semua kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa dikontrol oleh mekanisme rekomendasi. Setiap kegiatan yang tidak direstui tidak akan mendapat rekomendasi, tanpa rekomendasi berarti tidak ada kegiatan kemahasiswaan. Setiap tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa dikontrol oleh berbagai aturan. Mahasiswa yang tidak mengikuti aturan akan berhadapan dengan hukum , setiap tindakan diatur oleh rektorat, ruang-ruang lembaga kemahasiswaan dibentuk tersentral untuk mudah diatur dan diawasi.
 Semua gerak-gerik mahasiswa diawasi oleh sindico (satpam) akhirnya secara tidak sadar mahasiswa dikontrol untuk tidak melakukan tidakan yang tidak diinginkan yang tidak sesuai dengan moral yang ditetapkan oleh kampus.
Dibentuknya lembaga kemahasiswaan pada dasarnya adalah untuk dapat dikontrol oleh kampus yang secara langsung adalah perpanjangan kekuasaan. Pembentukan ruang panoptikon dapat kita lihat dari dibentuknya PR III yang sebelumnya tidak pernah dikenal, diciptakannya ruang lembaga kemahasiswaan adalah sebuah contoh panoptikon modern. Setiap orang dari kita menjadi orang yang sangat was-was dengan kehidupan sehingga setiap orang yang kita temui menjadi sindico yang akan mengingatkan kita mengenai aturan-aturan.
Di dalam kelas aturan-aturan moral pun dijalankan, dosen menjadi sebuah otoritas keilmuan yang menetapkan moralitas yang disentaralkan oleh dosen, pengusiran dari kelas, pengurangan nilai dan ancaman lainnya. Panoptikon kampus jauh lebih kompleks dibanding panoptikon milik rancangan Jeremy Bentham. Jika dalam panoptikon klasik yang mengatur adalah dokter, pengawas, hakim, dan pastor. Maka dalam panoptikon kampus yang mengatur adalah dosen, administrasi kampus, satpam, rektor, mahasiswa sendiri dan masyarakat umum. Mahasiswa tidak lebih dari manusia yang sakit yang mesti dinetralisir.
 Dosen adalah dokter bagi penyakit mahasiswa, administrasi kampus adalah mekanisme pengawasan untuk mencegah menularnya penyakit ke masyarakat, satpam menjadi sindico yang mengawasi para penderita penyakit, rektor menjadi pemutus dari sembuh tidaknya para mahasiswa yang akan diterjunkan ke masyarakat, mahasiswa dan masyarakat umum adalah mereka yang akan mengevaluasi apakah mahasiswa yang lulus betul betul telah sembuh dari penyakit.
Jika diamati para penderita kusta dijauhi oleh masyarakat dengan alasan moralitas penyakit (new morality ) sedangkan mahasiswa di jauhi dengan alasan tak bermoral dan penuh dengan perkelahian, dengan kata lain panoptikon kampus lebih mengacu pada moralitas budaya--sedangkan kita tahu sendiri budaya saat ini dimanfaatkan oleh kekuasaan--.
Apa penyakit dari manusia menurut kekuasaan? Penyakitnya adalah penyakit kebebasan dan pembenrontakan. Penyakit ini secara perlahan akan menyerang kekuasaan Negara. Sehingga semua penyakit masyarakat mesti melalui karantina dan kampus adalah rumah karantina bagi penyakit ini. Jika alasan rumah karantina adalah menghilangkan penyakit pes dan kusta sembari menyingkirkan orang-orang miskin, penderita kusta dari kota untuk menciptakan kota yang teratur maka rumah karantina manusia modern (kampus) bertujuan mengkarantina hasrat kebebasan dan pemberontakan untuk menciptakan manusia yang teratur dan terkontrol. Itulah mengapa kampus begitu banyak tersebar seperti layaknya rumah kusta diabad ke 16.

JANGAN SAMPAI

Senin, 02 Mei 2011

Jangan sampai.
Belajar untuk selalu waspadah dalam kekalutan gerak
Melompat lebih tinggi jauh lebih baik di banding merayap dalam gelap
Kali ini semua orang masih mendewakan Negara entah esok atau lusa apa lagi yang di dewakan
Saya menolak unutk mendewakan
Aku ingin menjadi dewa yang tidak didewakan
Menjadi iblis yang tidak di takuti
Menjadi diri yang penuh kasih namun tetap menusuk bagai belatih
Biarkan semua pergi meninggalkanku asal semangatku tetap menjadi duri dalam gerak langkah penggusuran
Menolak tunduk di depan monitor yang menawarkan pengetahuan absurd
Pada ketakutan akan masa depan yang membunuh kebahagiaan
Mencari jalan yang sempit namun lapang
Mencuri apa yang mesti kucuri karna tidak ada yang gratis

Hari mencari jalan untuk terbenam namun tidak mataku
Yang senantiasa mencari peluang mesti dalam gelap
Untuk menyebarkan keresahan dalam tembok, dalam pabrik dalam kegamangan diri manusia
Aku tidak bisa menghancur sekaligus, namun mampu membuat keropos
Biarkan semua berjalan lambat atau cepat aku dapat hidup di dalamnya
Akar pohon binatang berseru kepadaku, apa yang ingin kau perbuat di bumi ini
Aku tidak berbuat apa-apa meskipun aku tida ingin diam dalam kerusakan ini

Biarkan langkahku lambat asalkan pasti
Biarkan semua berjalan mendahuluiku namun aku pasti sampa mendahului kalian
Jangan sampai bumi menjadi potongan kosong
Dan menjadi lebih kosong karna tidak ada yang mau meninggalinya
Jangan sampai pabrik menguasai setiap potongan hijau, coklat, biru dari bumi ini
Aku bukan yang egois namun aku selalu berjalan sendiri biarkan sekarang atau lusa kau mencaciku namun untuk selanjutnya biarkan kau yang mencaci dirimu sendiri.
Aku tidak pernah takut pada siapapu,
Aku hanya ingin segan pada setiap orang yang mempunyai cita cita luhur
Tidak ada yang mengadakan diri ku selain diku sendiri
Biarkan akau menunduk untuk tujuan menanduk agar semua orang mengerti
Bahwa manusia tidak akan pernah tunduk
Manusia hanya menunggu hingga ia mampu menanduk
Mananduk dengan tinju dan teriakan
Menuntut apa yang telah di rampas
Biarkan semuanya berjalan dengan hidmad agar setiap orang mampu mengerti tujuan dari diri
Aku bukan orang yang mampu berargumen indah namun aku adalah orang yang menghargai keindahan
Keindahan bukanlah kata kata, namun perwujudan diri dalam alam
Biarkan tuhan menangisi ciptaannya
Biarkan ia memelas hingga ia sendiri marah melihat cerminan dirinya yang gamang mencari tujuan hidup.
Biarkan ku lepaskan tinjuku keudara
Biarkan ku kencangkan ototku melawan semua yang tidak adil bagi diriku.

BINTANG UNTUK SEBUAH NAMA

Dalam hitungan bintang ia menari dalam kekalutan  menghitung bintang yang mungkin sama.
Tidak muda menghitung bintang.
Semua hampIr mirip, jika tidak berbayang serupa.
Pancara cahaya otonominya meninggi dalam gulungan antariksa yang menyelimuti luasnya pemikiran manusia.
Dulu ibuku bercerita tentang sebuah bintang yang indah dimalam tanpa bulan.

Bintang seakan mengikuti setiap tapak dari langkah kecilku menelusuri gantungan cita cita .
Jika nanti kau telah memiliki cita cita maka gantungkan cita citamu setinggi bintang, begitu kata ibuku.
Dulu aku ingin jadi guru, bukan ingin mencerdaskan bangsa dan negara tapi karna guru bisa memukul dan memarahi seenaknya.
Namun sekarang aku tidak mau jadi guru karna guru adalah orang yang berada dalam altar ilmu dan pengetahun, aku belum kesana.
Sempat, polisi menjadi mimpiku, juga bukan karna ingin melindungi masyarakat tapi karna polisi ditakuti,
Aku selalu takut pada orang yang lebih besar dan tua dariku.
Menjadi presiden adalah mimpi tiap anak, tidak terkecuali aku, bukan karna ingin mensejahterakan negeri, melainkan karna presiden punya banyak uang, ditakuti, dan bisa memarahi dan memukul rakyat dengan sejuta pukulan.

Tidak pernah dalam hidupku lepas dari bayang bayang bintang yang menggantung cita cita.
Dia seperti kamera CC TV di setiap sudut MALL ataupun kantor pemerintahan.
Cita cita seperti tatapan burung hantu, tajam, dan juga menusuk.
Ia seperti micro chip yang tertanam dalam kepala.

Cita cita malah menjadi indentik dengan orang tua.
Memikirkan cita cita berarti memikirkan orang tua.
Entah cita cita menjadi sebuah momok yang menakutkan dalam rangkaiyan hidup yang dipenuhi iklan yang menakutkan.
Tapi hari ini kulihat bintang bercahaya dengan indah, rasa takutku hilang.

Entah mengapa bintang itu tidak menggantung cita citaku yang dulu.
Bintang itu kini menggantungkan sebuah nama.
Nama seorang gadis, dengan puji puji alam raya mengelilingi indahnya.
Sekarang aku tahu bahwa cita cita yang riil adalah memperjuangkan apa yang kita cintai.
Kini kubulatkan cita citaku pada sebuah nama dalam cinta tanpa akhir.  

INGAT AKU KELAK

Jika kau tua nanti ingatlah aku dan kenangan masa kecil kita.
Kala amarah dan  tawa,
Hanya sebatas detik yang membuat kenangan
Semakin lekat dalam ingatan.
 Jika kelak kaui punya anak ceritakanlah tentang indahnya sebuah persahaban,
Jika engkau punya cucu nanti ceritakanlah tentang masa mudamu yang indah Dengan bumbu asmarah yang menggebu pada pria yang tidak sempat Membuatmu bahagia
 Jika kau tua nanti bukalah lembaran kusam penuh kisa kenangan tentang mimpi Yang sempat dan tidak sempat kau wujudkan.
Jika kau tua nanti titihkanlah air mata pada
Sesuatu yang tidak sempat kau tulis namun samar kau ingat.
Jika, mimpi menjemput malam, maka biarkan ia mengalir mengisi suramnya masa tua tanpa kenangan
Jika kau tua nanti ingatlah hari ini, dimana lumpur, dan bau rumput busuk Mengisi paru-paru kita
Jika kau tua nanti ingatlah pada tetesan air mata kala, lapar dan penantian Memenuhi sesak kepala dan lambung
Jika kau tua nanti ingatlah kita pernah, menderita dan tertawa bersama
Jika kau ingin kembali pada masa lalu maka bukalah lembaran foto dan narasi Singkat namun penuh makna.
Jika kau tua nanti ceritakan pada anak cucumu tentang indahnya cinta remaja, dan janji monyet dua anak muda.
Jikau kau tua nanti ajarkan pada cucumu tentang indahnya kenangan masa muda.
Biarkan setiap kenangan menjemput bagai hembusan angin musim kemarau, dan Terpaan hangat angin musim dingin.
 Jika kau tua nanti biarkan kenangan datang menjemputmu kala nafas terakhir Menyahut bahagia tentang indahnya hidup yang singkat ini


BEKAL INSUREKSI


ku ucapkan dawai perang dengan nada merdu kala serdadu bersiap beradu ke medan laga.
kutitipkan bungkusan kasih dalam sebuah kotak tua berisi puisi dan alunan pujian pada alam
agar kau tak lelah dalam pertempuran
kasihku jika kau terkena pukulan pentungan, lemparan batu dan sepatu laras.
telah kusiapkan air hangat dan sebotol zaitun yang akan kuusapkan di lukamu.
sayangku sebelum kita terlelap mari kita menari dan saling bersahut puisi
agar esok polisi menjelma pusi dan peluru menjelma haru.

tak pernah ku ingat saat kau merasa lelah dan keluh menjalar setiap ucapmu
setiap makian hari ini menjadi kata indah malamnya
engkau mungkin garang dijalan namun penyanyang di ranjang
engkau mungkin ahli dalam memaki namun juga mahir merangkai kata kasih

jika kelak setelah ini berakhir kuingin kita menghabiskan waktu berdua diranjang
saling memandang sesekali saling meraba
dan menutup  hari dengan mengatakan
sayang aku cinta padamu